Stres adalah suatu kondisi atau keadaan tubuh yang terganggu karena tekanan psikologis. Biasanya stres dikaitkan bukan karena penyakit fisik tetapi lebih mengenai kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stres tersebut maka penyakit fisik bisa muncul akibat lemahnya dan rendahnya daya tahan tubuh pada saat tersebut.
Banyak hal yang bisa memicu stres muncul seperti rasa khawatir, perasaan kesal, kecapekan, frustasi, perasaan tertekan, kesedihan, pekerjaan yang berlebihan, Pre Menstrual Syndrome (PMS), terlalu fokus pada suatu hal,perasaan bingung, berduka cita dan juga rasa takut. Biasanya hal ini dapat diatasi dengan mengadakan konsultasikepada psikiater atau beristirahat total.
Persamaan antara Stres pada anak dan Orang Dewasa.
Berdasarkan standar rasa yang umum, stress itu sama saja, mau itu bagi orang dewasa atau anak-anak. Rasanya pasti tidak enak, seperti sulit tidur, lebih agresif, lebih sensitif, munculnya ketegangan, pusing, atau menurunnya semangat hidup. Hal yang sama juga akan kita dapatkan pada bagaimana stress itu difungsikan. Menurut hukum kehidupannya, stress itu netral fungsinya, tergantung pada bagaimana stress itu akan difungsikan, mau yang ke positif atau yang ke negatif, terserah orangnya.
Perbedaan stres pada anak dan Orang Dewasa.
Bedanya, orang dewasa mungkin sudah mengantongi sekian mekanisme mengenai bagaimana stress itu difungsikan, dari pengetahuan, pengalaman, atau keahliannya. Sementara, anak-anak mungkin hanya menguasai mekanisme yang masih sangat terbatas. Terkait dengan mekanisme fungsi itulah yang kemudian muncul istilah stress positif dan stress negatif, seperti sering kita bahas di sini. Stress positif adalah berbagai tekanan yang membuat kita lebih positif, akhirnya.
Misalnya lebih terpacu mengejar target, ketuntasan, lebih kreatif, lebih disiplin, atau lebih matang, dan seterusnya. Sebaliknya, stress negatif adalah berbagai tekanan yang membuat kita semakin tertekan, semakin memburuk, baik secara fisik, intelektual, emosional, atau spiritual, lebih kacau, dan lebih mundur.
Stresssor Bagi Anak-anak
Dalam beberapa hal yang sangat spesifik, anak-anak memiliki sumber stresssor yang berbeda dengan orang dewasa, mungkin ini lebih terkait dengan alamnya, kebutuhannya, atau jangkauannya. Sumber stresssor yang spesifik untuk anak itu antara lain adalah pelajaran sekolah. Pelajaran sekolah bisa berpotensi menjadi stresssor ketika pelajaran itu diberikan dalam jumlah yang banyak, dalam waktu yang sangat pendek, atau dengan cara yang mengandung ancaman menurut pemahaman anak.
Selain Pelajaran sekolah yang bisa membuat anak menjadi stres, pergaulan juga kerap menjadi sumber stressor. Anak-anak pada umumnya berbeda-beda, mungkin ada anak yang punya bawaan bullying (penindas) namun ada juga anak yang menjadi korban bullying. Pergaulan yang banyak mengandung ancaman, kekerasan, ketakutan, tidak seimbang juga sangat mungkin menimbulkan stres.
Hal yang dapat membuat anak stres bisa di picu dari pengasuhan atau keadaan keluarga. Model pengasuhan yang memakai ambisi, amarah, iri dengki terhadap anak sangat mungkin menjadi penyebab stressor bagi anak. Sikap oarang tua yang cuek, tidak peduli pada anak juga dapat membuat anak menjadi stres.
Beberapa Gejala Stress Pada Anak-anak.
Dari sejumlah pemaparan ahli, ada beberapa gejala yang umum yang bisa kita pakai sebagai reminder / perhatian apakah anak kita sedang menghadapi stresssor atau tidak. Atau, setidak-tidaknya, kita perlu mengintensifkan dialog untuk memverifikasi atau mengkonfirmasi perasaannya.
Untuk anak-anak yang masih duduk di bangku SD, beberapa gejala itu antara lain:
- Enggan masuk sekolah
- Berbohong tanpa alasan yang bisa diterima akal sehat
- Mencuri yang merupakan indikasi adanya pelampiasan kengawuran (losing control)
- Tidak semangat belajar atau kurang konsentrasi belajar
- Hilangnya semangat hidup sehingga rewel, ngambekan, atau tidak berdamai dengan keadaan
- Sikap cenderung lebih menentang
- Hiperaktif
- Ngompol
- Problem makan
- Mudah mengeluhkan rasa sakit, seperti pusing, sakit perut, atau rasa sakit yang lain
Bagi anak-anak yang sudah mulai menginjak usia remaja, mungkin akhir kelas 6 atau awal masuk SMP (kelas 7), gejala yang perlu kita amati antara lain:
- sakit-sakitan atau mengalami banyak keluhan fisik.
- ada problema tingkah-laku, misalnya nakalnya menonjol, rasa malu berlebihan, ketakutan atau kekhawatiran, mudah tersinggung atau cepat kehilangan kontrol diri, atau malas-malasan belajar.
Beberapa Cara Membantu Mereka
Di luar dari apa yang perlu kita lakukan untuk membantu anak-anak, yang perlu kita tanyakan lebih dulu adalah apa yang mereka pikirkan untuk mengatasi masalahnya. Tujuan pertanyaan itu bukan untuk menemukan jawaban yang paling bagus menurut kita, tetapi untuk melatih mereka memunculkan kemandirian, minimalnya dalam berpikir.
Supaya suasana dan prosesnya eksploratif dan kreatif, yang perlu kita hindari adalah menghakimi jawabannya atau menunjukkan sikap yang meremehkan, seolah-olah jawabannya itu tidak berbobot, atau langsung memotongnya. Justru yang perlu kita tunjukkan adalah menjadi pendengar yang baik dan merangsang mereka dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat mereka terpacu untuk berpikir bagaimana menemukan solusi dari masalahnya.
Khusus untuk masalah pergaulan, mau itu dengan teman atau guru, yang perlu kita hindari adalah membelanya habis-habisan atau menyalahkannya habis-habisan. Membela tanpa alasan dapat melemahkan mentalnya. Sebaliknya, menyalahkan anak yang sedang terkena masalah dapat memunculkan perasaan nobody helps them. Yang perlu kita lakukan adalah fokus pada persoalan dan bagaimana persoalan itu diselesaikan dengan cara yang membuat dia lebih pintar atau lebih matang.
Untuk hal-hal yang perlu kita lakukan sebagai bantuan, kita bisa memformulasi strategi atau langkah berdasarkan kebutuhannya. Sekedar sebagai acuan / pilihan, kita bisa mengacu pada poin-poin di bawah ini:
- Mengantisipasi: membantu mereka mengerjakan PR atau mengajari cara-cara belajar yang lebih mudah, menjalin hubungan yang lebih cooperative dengan guru kelas, sering-sering berdialog agar cepat terdeteksi masalahnya, menunjukkan perhatian dan dukungan yang tulus. Ini bisa mengantisipasi stresssor.
- Mengarahkan, misalnya menjelaskan makna atau mengarahkan sikap positif. Ini pas digunakan untuk menjelaskan stresssoryang memang harus diterima, misalnya kematian, bencana, atau kepergian sahabat.
- Memperbaiki mekanisme atau siasat mental. Ini pas untuk melatih anak yang sedang punya masalah pergaulan yang menurut kita masih belum saatnya didiskusikan dengan pihak sekolah
- Memotivasi atau membesarkan hatinya yang diikuti dengan program nyata. Misalnya nilainya jatuh atau dihukum sekolah karena keteledorannya. Yang perlu kita lakukan adalah mengajak dia untuk meningkatkan kuantitas atau kualitas belajarnya. Tanpa program yang nyata, bisa-bisa kita membohongi mereka.
- Melaporkan ke sekolah / guru. Ini jika di kelas sudah terjadi praktek bullying yang didiamkan atau di luar kontrol guru. Kalau ada anak lain yang juga menjadi korban, kita perlu ajak orangtuanya untuk mendiskusikan solusinya dengan pihak sekolah. Tapi, karena anak-anak, maka fokus kita adalah problem dan solusi, bukan ke anaknya.
Ada konsep pendek yang bisa kita terjemahkan sevariatif mungkin untuk membantu mereka dalam mengatasi stress. Sebenarnya ini juga pas buat orang dewasa seperti kita. Konsep yang yang pendek itu adalah:
- Membiarkan, untuk hal-hal yang sudah tak mungkin diubah.
- Melakukan sesuatu, untuk hal-hal yang memang harus diubah atau masih bisa diubah
- Mengantisipasi kejadian atau akibat yang bisa menjadi stresssor.
Semua itu butuh proses. Tidak bisa kita menyuruh anak untuk melupakan atau membiarkan sesuatu yang ia anggap itu menekan dirinya. Membiarkan pun butuh proses. Dalam banyak hal, peranan waktu menjadi penting.
Sumber :
www.wikipedia.org
http://www.e-psikologi.com/epsi/anak.asp