Welcome to Ana's Blog

14 Mei 2011

stres

Stres adalah suatu kondisi anda yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stress adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat.

Stres tidak selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam konteks negatif, karena stres memiliki nilai positif ketika menjadi peluang saat menawarkan potensi hasil. Sebagai contoh, banyak profesional memandang tekanantantangan positif yang menaikkan mutu pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka. berupa beban kerja yang berat dan tenggat waktu yang mepet sebagai

Stres bisa positif dan bisa negatif. Para peneliti berpendapat bahwa stres tantangan, atau stres yang menyertai tantangan di lingkungan kerja, beroperasi sangat berbeda dari stres hambatan, atau stres yang menghalangi dalam mencapai tujuan. Meskipun riset mengenai stres tantangan dan stres hambatan baru tahap permulaan, bukti awal menunjukan bahwa stres tantangan memiliki banyak implikasi yang lebih sedikit negatifnya dibanding stres hambatan.

Sumber-sumber potensi stress

a. Faktor lingkungan

Selain memengaruhi desain struktur sebuah organisasi, ketidakpastian lingkungan juga memengaruhi tingkat stres para karyawan dan organisasi. Perubahan dalam siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi, misalnya, ketika ekonomi memburuk orang merasa cemas terhadap kelangsungan pekerjaannya.

b. Faktor organisasi

Banyak faktor di dalam organisasi yang dapat menyebabkan stres. Tekanan untuk menghindari kesalahaan atau menyelesaikan tugas dalam waktu yang mepet, beban kerja yang berlebihan, atasan yang selalu menuntut dan tidak peka, dan rekan kerja yang tidak menyenangkan adalah beberapa di antaranya. Hal ini dapat mengelompokkan faktor-faktor ini menjadi tuntutan tugas, peran, dan antarpribadi.

Tuntutan tugas adalah faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang. Tuntutan tersebut meliputi desain pekerjaan individual, kondisi kerja, dan tata letak fisik pekerjaan. Sebagai contoh, bekerja di ruangan yang terlalu sesak atau di lokasi yang selalu terganggu oleh suara bising dapat meningkatkan kecemasan dan stres. Dengan semakin pentingnya layanan pelanggan, pekerjaan yang menuntut faktor emosional bisa menjadi sumber stres.

Tuntutan peran berkaitan dengan tekanan yang diberikan kepada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkannya dalam organisasi. Konflik peran menciptakan ekspektasi yang mungkin sulit untuk diselesaikan atau dipenuhi.

Tuntutan antarpribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan. Tidak adanya dukungan dari kolega dan hubungan antarpribadi yang buruk dapat meyebabkan stres, terutama di antara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi.

c. Faktor pribadi

Faktor-faktor pribadi terdiri dari masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian dan karakter yang melekat dalam diri seseorang.

Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang sangat mementingkan hubungan keluarga dan pribadi. berbagai kesulitan dalam hidup perkawinan, retaknya hubungan, dan kesulitan masalah disiplin dengan anak-anak adalah beberapa contoh masalah hubungan yang menciptakan stres.

Masalah ekonomi karena pola hidup yang lebih besar pasak daripada tiang adalah kendala pribadi lain yang menciptakan stres bagi karyawan dan mengganggu konsentrasi kerja karyawan. Studi terhadap tiga organisasi yang berbeda menunjukkan bahwa gejala-gejala stres yang dilaporkan sebelum memulai pekerjaan sebagian besar merupakan varians dari berbagai gejala stres yang dilaporkan sembilan bulan kemudian. Hal ini membawa para peneliti pada kesimpulan bahwa sebagian orang memiliki kecenderungan kecenderungan inheren untuk mengaksentuasi aspek-aspek negatif dunia secara umum. Jika kesimpulan ini benar, faktor individual yang secara signifikan memengaruhi stres adalah sifat dasar seseorang. Artinya, gejala stres yang diekspresikan pada pekerjaan bisa jadi sebenarnya berasal dari kepribadian orang itu.

Akibat Stres

Stres menampakkan diri dengan berbagai cara. Sebagai contoh, seorang individu yang sedang stres berat mungkin mengalami tekanan darah tinggi, seriawan, jadi mudah jengkel, sulit membuat keputusan yang bersifat rutin, kehilangan selera makan, rentan terhadap kecelakaan, dan sebagainya. Akibat stres dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum: gejala fisiologis, gejala psikologis, dan gejala perilaku.

Pengaruh gejala stres biasanya berupa gejala fisiologis. Terdapat riset yang menyimpulkan bahwa stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan detak jantung dan tarikan napas, menaikkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan memicu serangan jantung.

Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dpat menyebabkan ketidakpuasan terkait dengan pekerjaan. Ketidakpuasan adalah efek psikologis sederhana tetapi paling nyata dari stres. Namun stres juga muncul dalam beberapa kondisi psikologis lain, misalnya, ketegangan, kecemasan, kejengkelan, kejenuhan, dan sikap yang suka menunda-nunda pekerjaan.

Gejala stres yang berkaitan dengan perilaku meliputi perubahan dalam tingkat produktivitas, kemangkiran, dan perputaran karyawan, selain juga perubahan dalam kebiasaan makan, pola merokok, konsumsi alkohol, bicara yang gagap, serta kegelisahan dan ketidakteraturan waktu tidur. Ada banyak riset yang menyelidiki hubungan stres-kinerja. Pola yang paling banyak dipelajari dalam literatur stres-kinerja adalah hubungan U-terbalik. Logika yang mendasarinya adalah bahwa tingkat stres rendah sampai menengah merangsang tubuh dan meningkatkan kemampuannya untuk bereaksi. Pola U-terbalik ini menggambarkan reaksi terhadap stres dari waktu ke waktu dan terhadap perubahan dalam intensitas stres.

Menurut Lazarus (1991) dalam melakukan penilaian tersebut ada dua tahap yang harus dilalui, yaitu :

1. Primary appraisal

Primary appraisal merupakan proses penentuan makna dari suatu peristiwa yang dialami individu. Peristiwa tersebut dapat dipersepsikan positif, netral, atau negatif oleh individu. Peristiwa yang dinilai negatif kemudian dicari kemungkinan adanya harm, threat, atau challenge. Harm adalah penilaian mengenai bahaya yang didapat dari peristiwa yang terjadi. Threat adalah penilaian mengenai kemungkinan buruk atau ancaman yang didapat dari peristiwa yang terjadi. Challenge merupakan tantangan akan kesanggupan untuk mengatasi dan mendapatkan keuntungan dari peristiwa yang terjadi (Lazarus dalam Taylor, 1991). Pentingnya primary appraisal digambarkan dalam suatu studi klasik mengenai stres oleh Speisman, Lazarus, Mordkoff, dan Davidson (dalam Taylor, 1991). Studi ini menunjukkan bahwa stres bergantung pada bagaimana seseorang menilai suatu peristiwa.

Primary appraisal memiliki tiga komponen, yaitu:

  1. Goal relevance; yaitu penilaian yang mengacu pada tujuan yang dimiliki seseorang, yaitu bagaimana hubungan peristiwa yang terjadi dengan tujuan personalnya.
  2. Goal congruence or incongruenc; yaitu penilaian yang mengacu pada apakah hubungan antara peristiwa di lingkungan dan individu tersebut konsisten dengan keinginan individu atau tidak, dan apakah hal tersebut menghalangi atau memfasilitasi tujuan personalnya. Jika hal tersebut menghalanginya, maka disebut sebagai goal incongruence, dan sebaliknya jika hal tersebut memfasilitasinya, maka disebut sebagai goal congruence.
  3. Type of ego involvement; yaitu penilaian yang mengacu pada berbagai macam aspek dari identitas ego atau komitmen seseorang.

2. Secondary appraisal

Secondary appraisal merupakan penilaian mengenai kemampuan individu melakukan coping, beserta sumber daya yang dimilikinya, dan apakah individu cukup mampu menghadapi harm, threat, dan challenge dalam peristiwa yang terjadi.

Secondary appraisal memiliki tiga komponen, yaitu:

  1. Blame and credit: penilaian mengenai siapa yang bertanggung jawab atas situasi menekan yang terjadi atas diri individu.
  2. Coping-potential: penilaian mengenai bagaimana individu dapat mengatasi situasi menekan atau mengaktualisasi komitmen pribadinya.
  3. Future expectancy: penilaian mengenai apakah untuk alasan tertentu individu mungkin berubah secara psikologis untuk menjadi lebih baik atau buruk.

Pengalaman subjektif akan stres merupakan keseimbangan antara primary dan secondary appraisal. Ketika harm dan threat yang ada cukup besar, sedangkan kemampuan untuk melakukan coping tidak memadai, stres yang besar akan dirasakan oleh individu. Sebaliknya, ketika kemampuan coping besar, stres dapat diminimalkan.

Respon Stres

Taylor (1991) menyatakan, stres dapat menghasilkan berbagai respon. Berbagai peneliti telah membuktikan bahwa respon-respon tersebut dapat berguna sebagai indikator terjadinya stres pada individu, dan mengukur tingkat stres yang dialami individu. Respon stres dapat terlihat dalam berbagai aspek, yaitu:

a. Respon fisiologis; dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan darah, detak jantung, detak nadi, dan sistem pernapasan.

b. Respon kognitif; dapat terlihat lewat terganggunya proses kognitif individu, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang, dan pikiran tidak wajar.

c. Respon emosi; dapat muncul sangat luas, menyangkut emosi yang mungkin dialami individu, seperti takut, cemas, malu, marah, dan sebagainya.

d. Respon tingkah laku; dapat dibedakan menjadi fight, yaitu melawan situasi yang menekan, dan flight, yaitu menghindari situasi yang menekan.

Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Stres

http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/stres.html

avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/psikologilingkungan_avin.pdf

Teriteriolitas, Privasi dan Ruang personal

Teriteriolitas

Pengertitan

Teriteriolitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat-tempat yang ditempainya atau area yang sering melibatkan cirri pemilikannya dan pertahannan dari serangan orang lain.

Elemen-elemen teriteriolitas

Ada 4 karakter dari teriteriolitas:

  1. Kepemilikan atau Hak dari suatu tempat.
  2. personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu.
  3. hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar, dan
  4. pengaturan dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis sampai kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan-kebutuhan estetika.

Teriteriolitas dibagi menjadi tiga:

a. Teritorial primer

Jenis territorial ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya. Pelanggaran terhadap teritoi utama ini akan menimbulkan perlawanan dari pemiliknya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan teritorin utama ini akan mengakibatkan masalah serius terhadap psikologis pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitas.

b. Teritori sekunder

Jenis teritori ini lebih longgar pemakaian dan control perorangannya. Territorial ini dapat digunakan orang lain yang masih didalam kelompok ataupun orang yang mempunyai kepentingan kepada kelompok itu. Sifat territorial sekunder adalah semi publik.

c. Teritorial umum.

Territorial umum dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan-aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana territorial umum itu berada. Territorial umum dapat dipergunakan secara asementara dalam jangka waktu lama maupun singkat.

Privasi (Personal space)

Privasi adalah suatu konsep dari gejala persepsi manusia terhadp lingkungannya, dimana konsep ini amat dekat dengan konsep ruang personal dan teritorialitas. Privasi adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari public, atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka.

Privasi dibagi menjadi 2 golongan:

1. Golongan yang berkeinginan untuk tidak diganggu secara fisik.

a. Keinginan untuk menyendiri (solitude)

Misalnya, ketika seseorang sedang mengalami masalah semua perasaan bercampur antara sedih, marah, kesal.dll dalam keadaan seperti itu dia tidak ingin diganggu oleh siapa pun.

b. Keinginan untuk menjauhkan dari pandangan atau gangguan suara tetangga atau lalu lintas (seclusion).

Misalnya, seseorang yang sedang sedih dia ingin menenangkan pikirannya dengan mengunci diri dikamarnya atau pergi kesuatu tempat yang membuat pikirannya tenang.

c. Keinginan untuk intim dengan orang-orang tertentu saja, tetapi jauh dari semua orang (intimasi).

Misalnya, rekreasi bersama keluarga.

2. Golongan yang bverkeinginan untuk kerahasiaan diri sendiri yang berwujud dalam tingkah laku hanya memberi informasi yang dianggap perlu.

a. Keinginan untuk merahasiakan jati diri (anaomity).

b. Keinginan untuk tidak mengungkapkan diri terlalu benayak kepada orang lain (reserve).

c. Keinginan untuk tidak terlibat dengan tetangga (not neighboring).

Ruang Personal

Masalah mengenai ruang personal ini berhubungan dengan batas-batas di sekeliling seseorang. Menurut Sommer (dalam Altman, 1975) ruang personal adalah daerah sekeliling seseorang dengan batas-batas yang tidak jelas dimana seseorang tidak boleh memasukinya. Goffman (dalam Altman, 1975) menggambarkan ruang personal sebagai jarak/daerah di sekitar individu dimana dengan memasuki daerah orang lain, menyebabkan orang lain tersebut merasa batasnya dilanggar, merasa tidak senang dan kadang-kadang menarik diri.

Menurut Edward T. Hall, seorang antropolog, bahwa dalam interaksi sosial terdapat empat zona spasial yaitu jarak intim, jarak personal, jarak sosial dan jarak publik (proksemik/cara seseorang menggunakan ruang dalam berkomunikasi). Jarak intim atau kedekatan dengan jarak 0-18 inci. Hall menyatakan bahwa “daerah keakraban” kaya akan syarat-syarat yang potensial untuk berkomunikasi yang juga menyajikan banyak hal tentang seseorang. Jarak personal (pribadi) memiliki jarak 1,5-14 kaki. Zona jarak pribadi adalah transisi antara kontak intim dengan tingkah laku umum yang agak formal.jarak sosial mempunyai jarak 4-25 kaki dan memungkinkan terjadinya kontak sosial yang umum serta hubungan bisnis. Dalam penelitian di suatu kantor terbukti bahwa pada susunan bangku-bangku dan perabotan milik kantor sering disusun secara tak sengaja berdasarkan pada zona jarak sosial. Zona yang terakhir yaitu zona publikj dengan jarak 12-25 kaki. Jarak ini secara khusus disediakan untuk situasi-situasi formal atau pembicaraan umum atau orang-orang yang berstatus lebih tinggi, misalnya dalam kelas.
Studi menunjukkan bahwa perbedaan individu dan situasi selain menentukan jarak personal juga mempengaruhi orientasi tubuh seseorang terhadap orang lain. Salah satunya adalah variabel jenis kelamin, misalnya laki-laki lebih menyukai posisi berhadapan dengan orang yang disukainya. Sementara perempuan lebih memilih posisi bersebelahan.

Dapat disimpulkan bahwa privasi, teritorialitas dan ruang personal dapat membentuk atau mempengaruhi suatu tingkahlaku dan kepribadian manusia. Hal tersebut semakin terlihat jelas ketika manusia tersebut bertemu dengan manusia lainnya. Bagaimana seseorang membawakan diri ketika ia berada di sekitar orang lain dan lingkungannya


Sumber Referensi :

Hubungan Privasi, Teritorialitas, Ruang Personal. www.repository.upi.edu
Prabowo, Hendro. 1998. Arsitektur, Psikologi dan Masyarakat. Depok : Universitas Gunadarma.

kepadatan dan kesesakan

Menurut Sundstrom, kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan (dalam Wrightsman&Deaux, 1981). Kemudian menurut Sarwono (1992), yakni suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya. Selain masalah ruangan, kepadatan juga menyebabkan adanya perubahan perilaku serta mempengaruhi kesehatan fisik serta psikologis seseorang.

Kepadatan juga memiliki hubungan dengan perilaku tolong menolong seperti yang dikatakan oleh Milgram (dalam Wrightsman & Deaux, 1984). Dalam teori ini menjelaskan bahwa kondisi yang padat yang dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti factor perbedaan individu, situasi, dan kondisi social mengakibatkan perolehan stimulus yang berlebihan, sehingga individu harus melakukan adaptasi dengan cara memilih stimulus-stimulus yang akan diterima dengan memberi sedikit perhatian terhadap stimulus lain yang masuk. Hal ini dapat dilakukan dengan menarik diri atau mengurangi kontak dengan orang lain, yang akhirnya dapat mempengaruhi perilaku menolong pada individu.

Hubungan antara kepadatan dan kesesakan bukanlah suatu hubungan sebab-akibat, melainkan kepadatan merupakan salah satu syarat terjadinya kesesakan.

  • Kategori Kepadatan

Kepadatan dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori. Holahan (1982) menggolongkan kepadatan ke dalam dua kategori, yaitu kepadatan spasial (spatial density) yang terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan sejumlah individu tetap, sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan menurunnya besar ruang dan kepadatan sosial (social density) yang terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu. Jain (1987) menyatakan bahwa setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda dengan jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman, sehingga suatu wilayah pemukiman dapat dikatakan mempunyai kepadatan tinggi atau kepadatan rendah. Taylor (dalam Gifford, 1982) mengatakan bahwa lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang sangat penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan keadaan internal seseorang di suatu tempat tinggal. Oleh karena itu, individu yang bermukim di pemukiman dengan kepadatan yang berbeda mungkin menunjukkan sikap dan perilaku yang berbeda pula.

  • Akibat-akibat Kepadatan Tinggi

Menurut Heimstra dan Mc Farling (1978) kepadatan memberikan akibat bagi manusia baik secara fisik, sosial maupun psikis. Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan penyakit fisik lain (Heimstra dan McFarling, 1978). Akibat secara sosial antara lain adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan McFarling, 1978; Gifford, 1978).

Akibat secara psikis antara lain :

a. Stres, kepadatan tinggi dapat menumbuhkan perasaan negatif, rasa cemas, stres, (Jain, 1978) dan perubahan suasana hati (Holahan, 1978).

b. Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung untuk menarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan, 1982; Gifford, 1978).

c. Perilaku menolong (perilaku prososial), kepadatan tinggi juga menurunkan keinginan individu untuk menolong atau member bantuan pada orang lain yang membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal (Holahan 1982; Fisher dkk., 1984).

d. Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugasnya pada saat tertentu (Holahan, 1982).

e. Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustrasi dan kemarahan serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi (Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan, 1982).

KESESAKAN

Menurut Rapoport (dalam Stokols dan Altman, 1987) mengatakan bahwa kesesakan adalah suatu evaluasi subjektif dimana besarnya ruang dirasa tidak mencukupi, sebagai kelanjutan dari persepsi langsung terhadap ruang yang tersedia. Kesesakan berhubungan erat dengan kepadatan namun kepadatan bukan satu-satunya syarat yang dapat menimbulkan kesesakan. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari, jika beberapa orang dalam suatu ruangan yang luas, dan ada seseorang pembuat keributan di ruangan itu. Orang lain yang terganggu yang tidak mampu mengusir si pembuat keributan akan menimbulkan perasaan cemas atau stres yang dapat mengurangi efektivitas respon pengatasan, lalu kesesakan privasi akan timbul. Sampai satu orang lainnya memukul pembuat keributan. Altman (1975) menerangkan bahwa tiap individu mempunyai tingkat privasi yang berbeda. Privasi yang diinginkan individu dapat dicapai dengan menggunakan mekanisme coping , verbal, non verbal dan perilaku teritori.

Pada dasarnya batasan kesesakan melibatkan persepsi seseorang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terlalu banyak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesesakan, yaitu :

a. Faktor Personal, terdiri dari :

· Kontrol pribadi dan locus of control

· Budaya, pengalaman, dan proses adaptasi

b. Faktor Sosial

· Kehadiran dan perilaku orang lain

· Formasi koalisi

· Kualitas hubungan

· Informasi yang tersedia

c. Faktor fisik

Pengauh negatif kesesakan tercermin dalam bentuk penurunan-penurunan psikologis, fisiologis, dan hubungan sosial individu. Pengaruh psikologis yang ditimbulkan oleh kesesakan antara lain adalah perasaan kurang nyaman, stres, kecemasan, suasana hati yang kurang baik, prestasi kerja dan prestasi belajar menurun, agresivitas meningkat, dan bahkan juga gangguan mental yang serius.

Individu yang berada dalam kesesakan juga akan mengalami malfungsi fisiologis seperti meningkatnya tekanan darah dan detak jantung, gejala-gejala psikosomatik, dan penyakit-penyakit fisik yang serius (Worchel dan Cooper, 1983).

Perilaku sosial yang seringkali timbul karena situasi yang sesak antara lain adalah kenakalan remaja, menurunnya sikap gotong royong dan saling membantu, penarikan diri dari lingkungan sosial, berkembangnya sikap acuh tak acuh, dan semakin berkurangnya intensitas hubungan sosial (Holahan, 1982).

Sumber Referensi :
Prabowo, Hendro. 1998. Arsitektur, Psikologi dan Masyarakat. Depok : Universitas Gunadarma.

28 Februari 2011

pengaruh teknologi di pedesaan

Psikologi lingkungan berkaitan dengan kebutuhan manusia dalam kehidupan sehari-hari, yang meliputi tanaman, hewan, objek material, dan manusia. Ada beberapa hal yang dapat menimbulkan ketegangan lingkungan ( evironmental stress ), misalnya, keadaan ruangan yang akan memicu kejiwaan seseorang, suhu, suasana dan sifat cahaya. Jadi pengaruh lingkungan terhadap kejiwaan seseorang dapat bersifat internal, eksternal, dan transendental.

Contoh Pengaruh Teknologi di Pedesaan

Teknologi sekarang sudah sangat canggih. Alat telekomunikasi seperti internet dan telepon memberi pengaruh besar kepada pribadi seseorang. Sehingga orang yang tinggal di lingkungan pedesaan bukan tidak mungkin berpandangan liberal dan kebarat-baratan. Ternyata, pengaruh dunia maya sangat besar dalam membentuk pribadi seseorang.

Lingkungan kota sangat berbeda dengan lingkungan desa. Jika lingkungan kota adalah lingkungan pekerja yang dekat dengan teknologi canggih, seperti karyawan pabrik yang akrab dengan mesin-mesin pabrik dengan teknologi tinggi atau karyawan kantor yang akrab dengan media komputer, sementara masyarakat desa akrab dengan lingkungan alam karena kebanyakan mereka bekerja sebagai petani. Namun tidak menutup kemungkinan masyarakat pedesaan pun dapat mengenal teknologi seperti internet dan handphone canggih sehingga dapat mempengaruhi isme mayarakat pedesaan.

Dalam teori level adaptasi di psikologi lingkungan bahwa, teori ini pada dasarnya sama dengan teori beban lingkungan. Menurut teori ini, stimulasi level yang rendah maupun level tinggi mempunyai akibat negatif bagi perilaku. Level stimulasi yang optimal adalah yang mampu mencapai perilaku optimal pula (Veitch & Arkkelin, 1995). Dengan demikian dalam teori ini dikenal perbedaan individu dalam level adaptasi. Adaptasi dilakukan ketika terjadi suatu disonansi di dalam suatu sistem, artinya ketidakseimbangan antara interaksi manusia dengan lingkungan, tuntutan lingkungan yang berlebih atau kebutuhan yang tidak sesuai dengan situasi lingkungan.

Dengan adanya tuntutan untuk lebih maju dan memudahkan berkomunikasi dengan keluarga yang jauh maka masyarakat pedesaan menyeimbangi perubahan yang ada saat ini seperti teknologi tersebut.

11 Januari 2011

Penanganan bencana tsunami di kepulaian Mentawai

Pasca terjadinya tsunami di Mentawai pada 3 bulan yang lalu, sejumlah mahasiswa Psikologi Gunadarma melakukan rehabilitasi metal kepada para korban.

Sebagaimana di beritakan sebelumnya, Senin (25/10) dua pulau di kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, hancur berkeping-keping di hantam gempa dan diterjang Tsunami setinggi 7 meter. Tsunami berkekuatan 7,2 skala richer telah meluluh lantahkan kepulauan Mentawai.

Banyak korban yang berjatuhan, korban tsunami yang selamat akan di ungsikan di berbagai titik tempat pengungsian. Menurut mereka Pasca terjadinya Tsunami banyak korban yang mengalami depresi, trauma, diare, flu, dan lain sebagainya.

30 relawan tersebut mengadakan simulasi dan permainan untuk menghilangkan trauma para korban. Menurut salah satu relawan mahasiswa psikologi Gunadarma, YR (inisial), “Kami mencoba memberikan penanganan untuk anak-anak korban Tsunami di mentawai dengan memberikan keterampilan yang terlatih untuk meningkatkan prestasi. Seperti membuat keterampilan dengan kertas origami (burung-burungan, kapal-kapalan), bermain dengan menggunakan karet gelang dengan berbagai macam bentuk untuk melatih keterampilan motorik, bermain bola dengan fasilitas yang ada di sekitar lingkungan pengungsian. Kami mengajak anak-anak korban Tsunami bermain sambil belajar, dengan begitu mereka tetap mendapatkan pendidikan selama masih berada dalam lingkungan pengungsian.”

Menurut koordinator relawan mahasiwa psikologi Gunadarma, Epsy Lastyningtyas bahwa penangan sesuai dengan teori wawancara kognitif, ”Ya... kami menerapkan teori wawancara kognitif, untuk menggali informasi dari korban Tsunami agar trauma yang mereka alami tidak sampai pada tahap yang lebih dalam lagi, seperti skizofrenia, terutama pada anak-anak korban Tsunami di Mentawai.” tambahnya.

”Banyak para korban bencana yang mengalami gangguan psikis baik depresi maupun trauma, bukan hanya orang dewasa saja, anak-anak pun mengalaminya.

Penanganan yang kami lakukan untuk orang dewasa yaitu dengan terapi kelompok yang bertujuan bahwa bukan hanya satu orang saja yang mengalami kejadian tersebut tetapi masih banyak korban lain yang mengalami bencana tersebut dan sama-sama kehilangan orang yang mereka sayangi.

Penanganan selanjutnya kami memakai Cognitive behavior therapy (CBT) yaitu terapi yang mengajak penderita untuk mempelajari bagaimana mencerna atau mempersepsikan peristiwa kehidupannya. Mulai dari persepsi yang tidak rasional menjadi persepsi yang rasional. Agar para korban dapat belajar mengenali masalah secara objektif, berpikir positif dan masalah dari aspek yang sehat.

Dengan begitu para korban yang berada dalam pengungsian dapat saling memberi support.” kata salah satu relawan yang ikut dalam memberikan penanganannya.

Buku Tamu


ShoutMix chat widget
 
Blogger design by suckmylolly.com